Selasa, 05 Februari 2013

Satwa Unik

Penyu Hijau di Bali


Penyu laut adalah salah satu binatang yang dilindungi oleh UU Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Terkait dengan UU tersebut pemerintah sudah menetapkan enam jenis penyu yang tidak boleh diburu dan dikonsumsi. Di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu pipih (Natator depressus).
Di Pulau Bali, tepatnya di Tanjung Benoa terdapat pusat penangkaran penyu di Bali. Untuk berkunjung ke penangkaran ini pengunjung diminta untuk memberikan dana secara sukarela yang tujuannya untuk membantu pemeliharaan berbagai binatang yang ada di tempat ini khususnya penyu.
Penyu hijau merupakan jenis penyu yang banyak terdapat di Pulau Bali. Penyu jenis ini pula yang ditangkarkan di Pulau Penyu yang memiliki kurang lebih 5 tempat penangkaran penyu. Tempat ini dikelola para nelayan di kawasan Tanjung Benoa secara sukarela dan swadana. Pernah juga mendapat bantuan dari World Wild Foundation (WWF) tetapi tidak berlangsung lama.
Penyu hijau memakan rumput laut, penyu dewasa yang sudah berumur lebih dari 10 tahun bisa menghabiskan satu karung rumput laut setiap harinya. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh para nelayan karena rumput laut tersebut harus dibeli hingga para nelayan perlu bantuan dana dari pengunjung. Setiap penangkaran memiliki lebih dari 30 penyu dewasa dan beberapa penyu kecil (tukik).
Penyu hijau banyak diburu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena daging penyu hijau dapat dikonsumsi. Selain itu cangkang penyu juga dapat dimanfaatkan untuk hiasan dan souvenir. Untuk melindungi dan menyelamatkan penyu hijau dari kepunahan, pemerintah melarang perburuan dan konsumsi jenis penyu ini. Tapi untuk kepentingan tertentu seperti upacara Pedudusan Agung dan Macaru di Bali yang masih harus membutuhkan penyu hijau sebagai pelengkap upacara, hal ini masih diperbolehkan. Tapi masyarakat yang akan menggunakan penyu untuk upacara ini harus menunjukkan surat rekomendasi dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali yang menyatakan kalau yang bersangkutan membutuhkan penyu untuk keperluan upacara dan harus mendapat persetujuan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Data PHDI Bali menyebutkan, kebutuhan penyu untuk upacara di Pulau Bali hanya sekitar 110 ekor per tahun. Berdasarkan kesepakatan PHDI Bali, penyu yang akan digunakan untuk upacara tidak boleh diambil langsung dari alam dan penyu yang dipilih adalah penyu yang masih kecil yang berukuran sekitar 40 cm.

Pencarian : http://www.satwaunik.com/informasi-umum/penyu-hijau-di-bali/

Info Penyu

PROSES BERTELUR PENYU, KITA MESTI TAHU !

Wednesday, November 23, 2011
Ketika seekor penyu terlihat bergerak dipantai, kita sangat tidak disarankan untuk mengganggu penyu tersebut. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan seekor penyu saat bertelur mesti kita pahami. Beberapa tahapan sangat sensitif terhadap gangguan, sedangkan beberapa tahapan yang lain masih bisa ditolerir oleh penyu. Berikut akan disajikan proses bertelur penyu yang dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

Klik gambar untuk melihat proses lebih jelas
Penjelasan:
Pada tahapan ke 1 sampai 4, penyu mudah terganggu dan akan segera kembali ke laut. Pemantuan harus dilakukan dari jarak relatif jauh, tidak berisik dan tidak boleh menyalakan sinar.

Tahapan 5, penyu akan menggunakan ke-empat ekstremitasnya menggali pasir untuk menanam tubuhnya. Pemantau tetap mesti menjaga jarak, tidak berisik dan tidak boleh menyalakan sinar.

Tahapan 6, lubang vertikal sedalam sekitar 60 cm dan selebar sejengkal orang dewasa akan digali oleh penyu dengan ekstremitas belakang. Saat ini penyu masih mudah terganggu oleh pergerakan dan sinar.

Tahapan 7, sejumlah 80 hingga 150 butir telur akan dikeluarkan melalui kloaka.

Pada tahapan 8 dan 9, menunjukkan periode saat sensitifitas penyu relatif rendah; sinar, pergerakan dan sinar terang bisa ditolerir. Pada tahapan ini, akan ditandai penutupan lubang telur yang dilakukan dengan ekstremitas belakang dan lubang tubuh yang dilakukan dengan ke-empat ekstremitas. Kita tetap mesti menjaga jarak, agar tidak terkena siraman pasir.

Tahapan 10 dan 11, saat penyu bergerak ke arah laut, sinar akan cenderung membuatnya dis-orientasi, sehingga lampu senter mesti dimatikan. Sepanjang pada waktu dan arah yang sama tidak ada penyu yang naik ke pantai, kita masih bisa mengikuti gerakan penyu hingga batas air dengan berendap-endap.

Waktu yang dibutuhkan oleh seekor penyu dari saat muncul dari laut hingga kembali ke laut bervariasi antara 1 – 11 jam, tergantung jenis penyu, tingkat gangguan yang dihadapinya di pantai, serta kondisi fisik pantai yang bersangkutan. Umumnya penyu hijau hanya memerlukan waktu sekita 2 – 3 jam untuk melaksanakan proses ini dan penyu lekang bisa ± 1 jam saja.

Informasi ini diambil dari e-book Panduan Melakukan Pemantauan Populasi Penyu di Pantai Peneluran di Indonesia oleh I.B. Windia Adnyana dan Creusa Hitipeauw, WWF-Indonesia dan Universitas Udayana Bali.

Diharapkan informasi ini berguna sebelum kita memutuskan untuk melihat/memantau proses bertelur penyu.